Begini Nih Cara Pasang Materai di Surat Perjanjian yang Benar Sesuai Aturan
Materai mungkin terlihat sepele, hanya secarik kertas berperekat atau kode unik, tapi perannya sangat krusial dalam sebuah surat perjanjian atau dokumen penting lainnya. Dokumen perjanjian yang seharusnya menjadi “payung” perlindungan hukum bagi para pihak yang terlibat, bisa kehilangan sebagian kekuatannya di mata hukum formal jika tidak dibubuhi materai dengan benar. Memahami di mana dan bagaimana menempatkan materai bukan hanya soal formalitas, tapi juga tentang memastikan dokumen Anda memiliki nilai pembuktian yang kuat.
Image just for illustration
Mengapa Materai Penting dalam Surat Perjanjian?¶
Materai pada dasarnya adalah bukti pembayaran pajak atas dokumen. Di Indonesia, bea materai diatur dalam Undang-Undang Bea Meterai Nomor 10 Tahun 2020. Tujuan utamanya bukan untuk menentukan sah atau tidaknya substansi perjanjian itu sendiri dari sisi hukum perdata (syarat sah perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata), melainkan memberikan nilai pembuktian di muka pengadilan jika sewaktu-waktu terjadi sengketa. Tanpa materai, dokumen perjanjian tetap sah secara perdata di antara para pihak, tetapi statusnya sebagai alat bukti surat di pengadilan menjadi lemah, kecuali dilakukan proses nazegelen.
Bea materai ini merupakan salah satu sumber penerimaan negara. Dengan membayar bea materai, Anda secara tidak langsung berkontribusi pada kas negara atas transaksi atau peristiwa hukum yang Anda catat dalam dokumen tersebut. Jadi, ini adalah kewajiban perpajakan yang melekat pada dokumen tertentu, bukan pada orang atau badannya. Penting untuk diingat, nilai transaksi atau objek perjanjianlah yang seringkali menjadi dasar apakah suatu dokumen wajib diberi materai atau tidak.
Meskipun perjanjian lisan pun bisa sah di mata hukum perdata, surat perjanjian tertulis adalah bentuk ideal karena memberikan bukti konkret mengenai kesepakatan para pihak. Nah, materai inilah yang kemudian “menguatkan” bukti tertulis tersebut di ranah hukum formal, khususnya di pengadilan. Ini memberikan rasa aman tambahan bagi para pihak bahwa kesepakatan mereka diakui dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum melalui jalur litigasi jika diperlukan.
Jenis Materai yang Berlaku Saat Ini¶
Sejak awal tahun 2021, Indonesia secara resmi menggunakan tarif bea materai tunggal sebesar Rp 10.000. Ini menggantikan tarif sebelumnya yang berlapis, yaitu Rp 3.000 dan Rp 6.000. Penyederhanaan tarif ini bertujuan untuk memudahkan masyarakat dan administrasi perpajakan. Jadi, untuk dokumen-dokumen yang dibuat sejak 1 Januari 2021 dan memenuhi kriteria objek bea materai, tarif yang dikenakan adalah Rp 10.000.
Selain materai fisik yang biasa kita tempelkan, kini juga ada e-materai atau materai elektronik. Ini adalah inovasi di era digital yang memungkinkan pembubuhan materai pada dokumen elektronik. Bentuknya berupa kode unik, QR Code, atau penanda digital lainnya yang tersemat pada dokumen elektronik tersebut. Keberadaan e-materai ini sangat membantu dalam transaksi digital dan memproses dokumen yang tidak dicetak.
Baik materai fisik Rp 10.000 maupun e-materai memiliki kedudukan hukum yang sama kuat. Yang terpenting adalah memastikan keduanya asli dan diperoleh dari sumber resmi. Penggunaan materai yang tidak sesuai (misalnya masih menggunakan materai Rp 6.000 untuk dokumen yang dibuat setelah 2021 dan memenuhi syarat Rp 10.000) atau bahkan materai palsu, tentu saja tidak akan memberikan nilai pembuktian yang diharapkan dan bisa menimbulkan masalah hukum lain.
Di Mana Sebaiknya Materai Ditempelkan pada Surat Perjanjian?¶
Ini adalah bagian yang sering menjadi pertanyaan banyak orang. Secara umum, penempatan materai pada surat perjanjian dilakukan di atas dokumen fisik itu sendiri, dan lokasi yang paling umum adalah di dekat tanda tangan pihak yang berkewajiban membayar bea materai, atau di dekat tanda tangan kedua belah pihak jika ada kesepakatan. Namun, tidak ada aturan kaku yang secara spesifik menyebutkan titik koordinat pasti di mana materai harus menempel. Penempatan ini lebih didasarkan pada kebiasaan dan praktik agar materai berfungsi sebagaimana mestinya.
Logikanya, materai ditempelkan pada bagian dokumen yang paling krusial, yaitu di mana para pihak menyatakan persetujuan mereka terhadap isi perjanjian melalui pembubuhan tanda tangan. Oleh karena itu, lokasi yang paling strategis adalah di atas atau di samping area tanda tangan salah satu atau kedua belah pihak. Tujuannya agar terlihat jelas bahwa materai tersebut “melekat” pada perjanjian yang ditandatangani.
Jika perjanjian melibatkan dua pihak, seringkali materai ditempatkan di antara area tanda tangan kedua belah pihak, atau di bawah salah satu tanda tangan. Dalam praktik yang umum, materai diletakkan di sebelah kanan bawah, di atas nama terang pihak yang menandatangani dokumen tersebut, dan tanda tangan pihak tersebut kemudian menimpa sebagian materai. Ini adalah cara paling efektif untuk “mengikat” tanda tangan dengan pembayaran bea materai.
Untuk dokumen yang terdiri dari beberapa halaman, materai biasanya hanya ditempelkan pada halaman pertama atau halaman terakhir yang memuat ringkasan perjanjian dan tanda tangan. Tidak perlu menempelkan materai di setiap halaman. Dokumen tersebut dianggap sebagai satu kesatuan, dan materai yang dibubuhkan pada satu halaman dianggap mewakili seluruh isi perjanjian tersebut, asalkan penempatannya sudah benar dan tanda tangan menimpa materai.
Image just for illustration
Teknik Penempelan Materai yang Benar agar Efektif¶
Menempelkan materai bukan sekadar menempelkannya di kertas. Ada teknik agar materai tersebut benar-benar berfungsi dan memberikan nilai pembuktian yang kuat. Pertama dan terpenting, pastikan materai yang Anda gunakan adalah materai asli dengan tarif yang sesuai (Rp 10.000) dan dalam kondisi baik (tidak rusak, tidak robek). Gunakan materai yang masih baru dan perekatnya berfungsi dengan baik.
Teknik penempelan yang paling penting adalah memastikan bahwa tanda tangan salah satu atau kedua belah pihak membubuhkan di atas atau menimpa sebagian materai. Jadi, materai ditempelkan lebih dulu, kemudian tanda tangan dibubuhkan melintasi sebagian area materai dan sebagian area kertas di sebelahnya. Ini memberikan indikasi visual bahwa tanda tangan tersebut terkait langsung dengan materai yang dibubuhkan pada dokumen tersebut. Praktik ini dikenal juga dengan istilah gezegeld en getekend (distempel dan ditandatangani).
Jika ada dua pihak dalam perjanjian, dan kedua-duanya menandatangani di dekat materai, salah satu atau kedua tanda tangan bisa menimpa materai tersebut. Atau, materai ditempel di tengah dan tanda tangan kedua belah pihak “mengarah” ke materai atau menimpa sisi yang berbeda dari materai. Intinya, harus ada koneksi fisik antara tanda tangan dan materai.
Mengapa tanda tangan harus menimpa materai? Tujuannya adalah untuk mencegah penyalahgunaan materai. Jika materai tidak ditimpa tanda tangan, ada kemungkinan materai tersebut dilepas dari dokumen dan digunakan kembali pada dokumen lain (meskipun ini melanggar hukum). Dengan ditimpa tanda tangan, materai tersebut secara fisik dan visual terikat pada dokumen dan tanda tangan yang bersangkutan, sehingga sulit dipindahkan atau disalahgunakan. Pastikan juga penempelannya kuat dan merata agar tidak mudah lepas.
Kapan Surat Perjanjian Wajib Diberi Materai?¶
Tidak semua dokumen perjanjian wajib diberi materai. Berdasarkan UU Bea Meterai No. 10 Tahun 2020, dokumen yang menjadi objek bea materai adalah sebagai berikut:
1. Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan kejadian yang bersifat perdata dan mencantumkan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp 5.000.000 (lima juta rupiah). Contohnya adalah surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, akta notaris beserta salinannya, dan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) beserta salinannya, yang di dalamnya terdapat nilai nominal uang.
2. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Ini mencakup berbagai macam surat, mulai dari surat perjanjian, surat kuasa, surat hibah, hingga kwitansi dan dokumen lain yang akan diajukan sebagai bukti dalam suatu perkara perdata atau pidana di pengadilan.
Selain itu, dokumen lain yang juga dikenakan bea materai meliputi surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek dengan nominal tertentu; dokumen transaksi surat berharga; dokumen lelang; dan dokumen yang memuat jumlah uang atau nilai nominal yang menyebutkan penerimaan uang atau berisi pengakuan utang sebagian atau seluruhnya. Kunci utamanya adalah adanya nilai nominal uang yang signifikan (saat ini di atas Rp 5 juta) atau tujuan penggunaan dokumen tersebut sebagai alat bukti di pengadilan.
Ada juga jenis dokumen yang dikecualikan dari bea materai, misalnya: dokumen yang berkaitan dengan lalu lintas orang dan barang (seperti ijazah, karcis angkutan umum); dokumen yang berkaitan dengan kegiatan kelembagaan negara dan pemerintahan; dokumen yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan; dokumen yang berkaitan dengan kegiatan sosial (santunan, donasi); dokumen yang berkaitan dengan peredaran dan transaksi efek (saham, obligasi) di bursa efek; dan dokumen lain yang diatur lebih lanjut oleh peraturan pemerintah. Memahami kriteria ini penting agar Anda tidak keliru dalam menggunakan materai.
Konsekuensi Jika Surat Perjanjian Tidak Diberi Materai¶
Ini adalah poin krusial yang sering disalahpahami. Surat perjanjian yang tidak diberi materai tidak serta merta menjadi tidak sah atau batal dari sisi hukum perdata (hukum perjanjian antarpihak). Keabsahan sebuah perjanjian perdata didasarkan pada terpenuhinya syarat-syarat sah perjanjian seperti kesepakatan, kecakapan para pihak, objek yang jelas, dan sebab yang halal, sesuai Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Materai tidak termasuk dalam syarat sah perjanjian tersebut.
Namun, ketiadaan materai akan menjadi masalah besar ketika dokumen perjanjian tersebut akan digunakan sebagai alat bukti di muka pengadilan. Dokumen yang tidak bermaterai tidak memiliki nilai pembuktian yang sempurna sebagai alat bukti surat dalam persidangan. Hakim bisa menolak dokumen tersebut sebagai bukti atau meminta pihak yang bersangkutan untuk “melegalkan” dokumen tersebut terlebih dahulu.
Proses “melegalkan” dokumen tidak bermaterai yang akan digunakan sebagai bukti di pengadilan ini disebut nazegelen. Proses ini dilakukan dengan membawa dokumen tersebut ke kantor pos atau kantor pajak untuk kemudian dibubuhkan materai yang diperlukan dan membayar denda atau sanksi administrasi atas keterlambatan atau kelalaian pembayaran bea materai. Setelah proses nazegelen selesai, dokumen tersebut barulah memiliki nilai pembuktian yang sama dengan dokumen yang dibubuhi materai sejak awal. Jadi, intinya adalah: ketiadaan materai menunda atau memperumit penggunaan dokumen sebagai bukti di pengadilan, bukan membatalkan perjanjiannya itu sendiri.
Meskipun perjanjiannya tetap sah antarpihak, menggunakan dokumen tidak bermaterai sebagai dasar menuntut hak di pengadilan akan sangat sulit sebelum dilakukan nazegelen. Oleh karena itu, demi kemudahan dan kepastian hukum di masa depan, sangat disarankan untuk membubuhkan materai pada dokumen perjanjian yang memang wajib bermaterai sejak awal dibuat dan ditandatangani. Ini investasi kecil untuk menghindari potensi kerumitan besar.
Tips Praktis Terkait Penempatan Materai pada Perjanjian¶
Agar urusan materai Anda berjalan lancar dan dokumen Anda memiliki kekuatan hukum yang optimal, perhatikan beberapa tips praktis ini:
- Gunakan Materai Asli: Beli materai fisik atau e-materai hanya dari penjual resmi seperti kantor pos, toko-toko yang ditunjuk, atau platform digital resmi yang terhubung dengan Peruri (Percetakan Uang Republik Indonesia). Materai palsu tidak memiliki nilai hukum sama sekali dan bahkan penggunaan materai palsu bisa dikenakan sanksi pidana.
- Pastikan Tarif Tepat: Sejak 2021, tarif bea materai tunggal adalah Rp 10.000. Pastikan Anda menggunakan materai dengan tarif ini untuk dokumen yang dibuat setelah 2021. Jangan gunakan materai Rp 3.000 atau Rp 6.000 (kecuali untuk dokumen lama yang dibuat sebelum 2021 dan belum digunakan sebagai bukti).
- Tempelkan di Lokasi Strategis: Sebagaimana dibahas sebelumnya, lokasi terbaik adalah di dekat area tanda tangan. Idealnya, di atas nama terang pihak yang menandatangani atau di antara tanda tangan kedua belah pihak.
- Tanda Tangan Harus Menimpa Materai: Pastikan salah satu atau kedua tanda tangan menimpa sebagian materai. Ini kunci agar materai “terikat” pada tanda tangan dan dokumen tersebut, mencegah penyalahgunaan serta meningkatkan nilai pembuktian.
- Periksa Kondisi Fisik Materai: Untuk materai fisik, pastikan kondisi masih bagus, tidak sobek, dan hologramnya jelas. Untuk e-materai, pastikan QR Code-nya bisa diverifikasi dan informasinya sesuai.
- Untuk Dokumen Elektronik: Gunakan e-materai yang diperoleh dari distributor resmi. Pembubuhan e-materai biasanya dilakukan secara digital melalui platform tertentu, dan hasilnya terintegrasi langsung pada file dokumen elektronik Anda dalam format PDF. Pastikan Anda mengikuti prosedur yang benar.
- Simpan Dokumen Asli dengan Baik: Setelah ditandatangani dan dibubuhi materai, simpan dokumen asli dengan aman. Salinan atau fotocopy dokumen bermaterai tetap bisa digunakan sebagai bukti di pengadilan, tetapi dokumen asli seringkali diperlukan untuk verifikasi.
Dengan memperhatikan tips-tips ini, Anda bisa meminimalkan risiko terkait aspek legalitas dokumen perjanjian dari sisi bea materai dan memastikan dokumen Anda siap jika sewaktu-waktu dibutuhkan sebagai alat bukti yang kuat.
Mengenal E-Materai: Solusi Materai di Era Digital¶
Kemunculan e-materai adalah langkah maju dalam administrasi bea materai di Indonesia, seiring dengan makin banyaknya dokumen yang dibuat dan ditandatangani secara elektronik. E-materai ini pada dasarnya adalah representasi digital dari materai tempel. Ia memiliki kode unik (nomor seri) dan validasi digital berupa QR Code yang membedakannya dari materai fisik.
Proses penggunaan e-materai melibatkan platform digital yang terhubung dengan sistem Peruri. Pengguna mendaftar, mengunggah dokumen elektronik yang perlu dibubuhi materai, memilih posisi pembubuhan e-materai, lalu melakukan pembayaran. Setelah pembayaran dikonfirmasi, e-materai akan dibubuhkan secara elektronik pada dokumen dalam bentuk file PDF. Dokumen yang sudah dibubuhi e-materai ini kemudian bisa diunduh dan disimpan. Keaslian e-materai bisa diverifikasi dengan memindai QR Code yang tertera pada dokumen menggunakan aplikasi pembaca QR Code atau platform verifikasi resmi.
Image just for illustration
Kelebihan e-materai antara lain kemudahan akses (bisa dibeli dan dibubuhkan kapan saja dan di mana saja tanpa perlu mencari kantor pos atau penjual fisik), efisiensi waktu dan biaya (tidak perlu mencetak dokumen hanya untuk menempel materai fisik), serta keamanan (sulit dipalsukan dan mudah diverifikasi keasliannya). Ini sangat membantu dalam proses bisnis yang serba digital, seperti penandatanganan kontrak secara elektronik atau pengiriman dokumen resmi melalui email. Kedudukan hukumnya setara dengan materai tempel Rp 10.000, jadi Anda tidak perlu ragu menggunakannya.
Fakta Menarik Seputar Materai¶
- Sejarah Panjang: Bea materai bukan hal baru. Di Indonesia, pajak atas dokumen ini sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda (disebut zegelrecht). Pengaturan bea materai telah mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan seiring perkembangan zaman.
- Kontribusi Pendapatan Negara: Bea materai menyumbang cukup signifikan pada penerimaan negara dari sektor pajak. Penerimaan ini digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan negara. Jadi, setiap kali Anda membeli dan menggunakan materai, Anda ikut berkontribusi.
- Bukan Cuma di Indonesia: Bea materai atau pajak atas dokumen serupa juga diterapkan di banyak negara lain di dunia dengan nama dan mekanisme yang berbeda-beda. Konsepnya sama, yaitu mengenakan pajak atas kegiatan perdata atau transaksi tertentu yang dicatat dalam bentuk dokumen.
- Pentingnya Ciri Keamanan: Materai fisik memiliki ciri-ciri keamanan yang cukup canggih, seperti serat pengaman, hologram, dan tinta khusus yang berubah warna di bawah sinar UV, untuk mencegah pemalsuan. E-materai juga memiliki fitur keamanan digital yang kuat. Mengenali ciri-ciri ini bisa membantu Anda menghindari materai palsu.
Meskipun terlihat sederhana, materai menyimpan banyak aspek hukum dan teknis yang penting untuk dipahami, terutama bagi Anda yang sering berurusan dengan surat perjanjian dan dokumen legal lainnya. Penempatan yang benar bukan hanya sekadar menempel, tapi juga melibatkan pemahaman akan fungsi dan tujuannya dalam memberikan nilai pembuktian yang kuat.
Bagaimana pengalaman Anda dalam menggunakan materai pada surat perjanjian? Adakah kendala atau pertanyaan yang masih mengganjal? Yuk, bagikan pengalaman atau pertanyaan Anda di kolom komentar di bawah! Diskusi kita bisa jadi pencerahan bagi yang lain.
Posting Komentar